Wednesday, October 22, 2014

Sudah lama aku tidak menikmati pagi seperti pagi ini, apa yang berbeda ??

entahlah.. mungkin hari ini matahari tidak berwarna ke-emasan, mungkin hari ini matahari berwarna sedikit ungu atau pink, iya mungkin saja begitu. Cahaya yang masuk ke dalam kamarku juga seperti itu, bukan warna emas, tapi sedikit berwarna pink, terlihat di sudut kasur.

Aku berani bertaruh, hari ini pasti bukan hari normal seperti hari-hari yang sebelumnya, ini bukan hari minggu, atau senin atau selasa, rabu, kamis, jumat ataupun sabtu. Cuacanya sejuk, sejuk seperti jeruk yang segar diambil dari dalam lemari pendingin, sepertinya, ini bulan april, atau mungkin bulan mei.

Aku ingat, sepertinya kemarin aku marah. Sangat marah hingga aku lupa untuk apa aku marah sebesar itu. Kemarin ya? Mungkin dua hari yang lalu, atau minggu lalu, entahlah aku tidak ingat. Kau tahu? Saat hatimu marah semenit, kau akan kehilangan ingatan sehari. Mungkin kemarin aku marah terlalu banyak, hingga aku hilang ingatan beberapa hari.

Aku kembali menghela nafas. Warna pink ini mengingatkanku pada seseorang. Seseorang yang sepertinya penting. Siapa namanya? Aku tidak ingat.

“AAHH!!” Aku kembali menghela nafas kesal. Seandainya kemarin aku marah tidak terlalu lama, mungkin aku ingat banyak hal hari ini.
Dari kejauhan kudengar langkah kaki. Pelan tapi berat. Makin mendekat dan akhirnya pintu kamarku terbuka. Manusia masuk, tersenyum padaku.

“hai.. kau sudah bangun?” suara lembut itu bertanya padaku. Kulihat wajahnya seksama, diakah manusia pink yang aku ingat? Bukan.

“ya.. aku sudah bangun.. baru saja” jawabku dengan lirih. Manusia itu mendekatiku. Wajahnya yang lembut mengingatkanku pada permen kapas, sekali lagi aku yakin, dia bukan pink.

“Bagaimana perasaanmu? Kau ingat padaku, kan?” dia kembali bertanya, masih dengan lembut. Aku menjawabnya dengan gelengan kepala. Tidak, aku tidak ingat padamu, jawabku dalam hati. Awalnya, mungkin aku pikir aku mengenalnya. Tapi tidak.

“Namaku candy.. aku yang selalu mendatangimu tiap hari bahkan saat kamu tertidur. Kau tahu? Kau tidur banyak sekali.” Katanya dengan sedikit tertawa. Candy? Pantas saja dia mengingatkanku pada permen kapas.

“Ya.. kau sering membandingkan aku dengan permen kapas. Padahal aku adalah manusia yang padat.” Dia melanjutkan ucapannya dengan tawa yang lebih renyah. Seolah dia mampu membaca pikiranku. Bagaimana dia bisa tahu tentang permen kapas? Bukankah aku sedang berbicara di dalam otakku?. Dia mendekatiku, lalu duduk di seberang kasurku. Aku mundur dan mengikutinya duduk, tepat di depannya, di kasurku.
“Apa yang kau rasakan tadi saat kau terbangun? Apa yang kau ingat?”

“Warna pink.. aku melihat matahari pink dari sana..” kataku sambil menunjuk jendela. “Aku juga ingat, kemarin aku marah..” dia mengamatiku dengan seksama, wajahnya serius, tidak tertawa.

“Apa yang membuatmu marah kemarin ?”

“Aku tidak ingat.”

“mm….” dia terdiam menunduk lama sekali. Lalu dia kembali menatapku dan melanjutkan kalimatnya. “Kemarin kau marah, bukan kemarin. Sekitar dua bulan yang lalu. Kau marah, kamu beradu argument dengan memori mu. Kau membentaknya karena dia selalu mengingatkan tentang hal-hal yang kau benci.. Kau marah, seperti biasa, kau selalu marah.” Katanya sambil menarik nafas berat. Aku tidak menyukainya. Aku tidak suka dengan perbincangan ini.

“Kenapa aku marah dengan memori? Lalu mengapa memori memaksaku mengingat hal-hal yang aku tidak suka? Itu sama saja dia membuat aku marah. Dia yang bersalah.” Kataku dengan sedikit nada tinggi.

“Tidak ada yang memaksamu mengingat hal-hal yang tidak kau sukai.. Memori hanya membantumu menerima..” Dia kembali berkata lembut. Seolah berusaha membuatku tenang dengan suaranya.

“Menerima apa??!!” Kataku dengan tetap  bernada tinggi.

“Menerima bahwa matahari berwarna abu-abu, bukan pink.. menerima bahwa kau marah, bukan sedang bercerita.. menerima bahwa embun itu tidak seperti jeruk dingin..” Katanya lagi.

“Apa masalahmu?!” Aku semakin kesal. Seolah-olah dia mengingatkan aku bahwa aku tidak normal, atau mungkin sedikit gila. Bahwa yang aku rasakan adalah kesalahan. “Matahari memang berwarna pink, apa masalahmu??!!” aku berteriak.

“Kau kembali marah..” Dia memegang tanganku. Ya, aku marah. Apa masalahnya?. Dia masih memegang tanganku. Untuk beberapa saat aku tidak terlalu marah lagi. Perlahan aku mengantuk. Tangannya seperti obat tidur.


“Kau akan kembali tertidur.. selamat tidur..” Katanya padaku. Aku tidak menjawab, aku terlalu mengantuk. Aku hanya ingat sedikit hal, mereka semua memikirkan warna terbalik, tidak seperti yang aku pikirkan. Aku mengantuk, makin mengantuk tiap detiknya. Aku menoleh ke arah jendela, matahari berwarna pink, aku tidak gila, mereka lah yang sebenarnya gila. Mereka tidak realistis.

karimashita blog-space ♥ . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates