Satu lagi pagi yang hangat oleh fajar yang kekuningan. Hembusan angin pagi yang tercampur sedikit embun. Sesekali ayam tetanggaku berkokok kencang seolah tidak perlu lagi ada suara kokokan yang tersisa untuk pagi selanjutnya. Suara rebut khas pagi hari di dapur juga terdengar samar-samar dari depan sini, wangi nya seperti ikan goring, atau mungkin sambal terasi, ah… pasti ini akan menjadi sarapan yang menyenangkan.

“masuk.. ayo makan dulu…” Ibuku berteriak dari dalam. Sontak aku menoleh dan tersenyum padanya, dia tidak tersenyum membalasku, malahan dia kembali berkata, “kalo kamu malas-malasan saat pagi, maka siang hari nanti kamu tidak akan bersemangat.” Aku kembali tersenyum dan mulai berdiri, membalikkan badanku dan berjalan ke dalam.

“Kau sudah merasa lebih baik bukan?” Ibu kembali bertanya. Aku mengangguk cepat dan tersenyum.

“Bagaimana dengan..”

“Aku baik-baik saja.” Aku menjawab cepat sebelum ibu menyelesaikan kalimatnya. Aku tidak suka drama di pagi hari. Ibu tersenyum sekejap lalu berlalu ke dapur mengambil sarapan untuk kami.

“Ibu masih mengkhawatirkanmu.. Masih belum ingin membicarakannya?” Ibu berbicara sambil berjalan kembali kearahku dengan semangkuk sayur di tangannya. Dengan pelan dia meletakkannya di meja, lalu memegang pipiku.

“Sabar ya.. “ Dia memelukku keras..

“Ibu suapi ya??” Dia kembali bertanya, aku mengangguk.


“Ibu sabar ya… tetap suapi aku sampai nanti aku terbiasa menggunakan kaki ku untuk mengambil sesuatu termasuk makanan..” Lalu ibu mengangguk.. sambil meneteskan airmatanya. Dia mengelus lenganku, maksudnya ujung lenganku. Aku tidak memiliki tangan. Sudah 2 bulan aku kehilangan tanganku. Tapi aku baik-baik saja. Ya.. aku baik-baik saja.