Bagian Dua
Dear you, miss…
Sepertinya aku benar-benar harus keluar dari tempat
ini. Oksigen nya semakin berkurang, cahaya matahari nya makin merah. Bukankah matahari
seharusnya berwarna jingga?
Tempat ini membahayakan miss, aku rindu pulang
kerumahmu. Aku rindu memainkan semua alat musik bisu yang kau miliki, semua nya
kau tumpuk jadi satu di gudang kuning penuh jendela. Aku suka suasana gudangmu,
penuh keceriaan seperti sebuah kue bolu keju di sore hari. Lembut, gurih,
manis, dan kuning.
Ingatkah pada balon udara berbentuk lonjong yang
biasa kita tiup dan kita ledakkan dengan ujung jarum? Lonjong seperti tubuh
berang-berang. Kau selalu berkata, berang-berang tidak bertubuh lonjong. Tapi bagiku,
berang-berang berbadan lonjong dan well, lonjong.
Aku ingin kembali menceritakan tentang seseorang
ini miss, badan nya seperti bunga bakung, penuh.
Dia selalu mengingatkanku untuk pulang. Mengingatkan
tentang rumah, menurutnya, suatu saat aku akan menemukan waktu untuk pulang. Selalu
menemukan alasan untuk pulang. Tidak masuk akal ya, miss? Entah pulang ke rumah
mana yang dia maksud, aku kan sudah lama tersesat, sudah lama sekali tidak
berfikir untuk mencari jalan pulang, tapi dia selalu mengawasi malam dan pagi
ku, menanamkan racun-racun untuk membuatku merasa rindu
Rindu adalah suatu perasaan yang tidak masuk akal. Mereka
bilang, jika aku merasakan rindu, aku akan kalah berperang. Aku tidak suka
kekalahan miss. Kekalahan dan rindu hanyalah pelengkap dalam suatu cerita agar
terlihat menarik, tapi aku tidak sedang bercerita, aku tidak bisa merasakan
kerinduan, tidak mau merasakan kekalahan.
Kembali ke ceritaku tentang si bunga bakung itu y?
Dia sepertinya memiliki kadar hati lebih banyak
dari pada bunga-bunga lainnya. Meliriknya saja aku sudah merasakan kehangatan
pelukannya, miss..
Luar biasa bagaimana tubuh serapuh itu bisa menahan
perasaan sebanyak ini. Aku saja tidak bisa. Aku dikalahkan oleh bunga bakung? Oh
tidak.. bunga bakung itu terlalu menghabiskan banyak tempat untuk hatinya,
logika nya tumpul, miss. Kasihan kan?
Aku berani bertaruh, dia pasti merasa sangat iri padaku,
dengan semua kecerdasan dalam kepalaku ini. Aku yakin. Itulah mengapa aku tidak
kalah darinya, dia yang perlu merasa malu padaku. Dia kalah.
Semua pelukan yang dia dapatkan dari luapan perasaan
hiperbola nya itu, tidak bisa menandingi kebanggaanku atas kecerdasan luar
biasa yang aku miliki.
Eh, maksudku, kau miliki, miss.
Sampai jumpa lagi ya miss, aku sedang mencoba
mengorek celah jendela diruangan ini, mulai pengap dan bau.
Dah.