Friday, April 6, 2012


Seperti biasa, saat matahari makin jauh dan bersembunyi, awan berubah warna menjadi jingga, aku berjalan dengan yakin ke arahmu.
Kau yang selalu ada disana sendirian dan terdiam. Aku selalu mendatangimu, setiap senja yang hangat seperti saat ini. Aku hanya ingin mengajakmu berbincang-bincang, tidak peduli walau kau hanya terus terdiam seperti itu dan tidak menjawab.

Hai.... –aku memulai pembicaraan.
Kau tau, aku merasa bahwa semua hal ini menjadi sangat membingungkan. Entah hal apa yang masih bisa aku percayai. Semua orang menjadi terlalu sibuk untuk meluangkan sedikit saja waktu mereka untuk mendengarkan. Mereka hanya mau membagi perhatian mereka untuk sesuatu yang menghancurkan mereka pada akhirnya. Tapi tidak dengan dirimu, karena aku tau kau selalu disana untuk mendengarkan aku. –aku berkata lagi. Kuhela nafas panjang. Angin menerbangkan beberapa daun di udara. Senja semakin membeku. Aku diam untuk beberapa saat, membiarkan detik-detik menjadi lebih berharga untuk kita berdua, dengan suara desir angin yang lembut dan menggairahkan, bahkan mungkin maut menjadi lunak dalam suasana ini. Mungkin maut akan lebih baik dan penyabar.

Aku takut jika terlalu lama terjebak seperti ini. Aku kehilangan semuanya setelah aku kehilanganmu. –nada suaraku merendah dan serak. Mataku mulai terasa panas. Aku tau bahwa butiran-butiran airmata ini makin mendesak untuk bisa berjalan keluar dan ikut menikmati angin disini, disekitar kita.
Andai saja aku tidak terlalu sakit jiwa, mungkin Tuhan tidak akan menghukumku seberat ini. Mungkin tidak ada hari yang lebih indah dari hari saat hujan turun dan aku meleleh bersama dengan rintiknya, lalu masuk dan berpelukan dengan tanah. Aku sudah terlalu jauh melihat diriku sendiri. –aku menunduk dalam, hingga aku bisa melihat tanah di bawah kaki ku menjadi kemerahan karena senja yang redup. Senja tidak pernah mau berbagi atas kesabaran ini. Selalu saja cepat dan hangat. Tidak akan ada yang menyadari saat waktu telah hilang dan berlalu.

Aku ingin menjadi air atau mungkin angin saja, itu jika aku bisa mati dan dihidupkan kembali dalam kehidupan yang baru, dalam fisik yang baru pula. Aku tidak ingin lagi menjadi manusia. Kau tau alasanku bukan?? Yaa...karena saat-saat seperti ini adalah saat-saat yang menyiksa. Aku menginginkan tubuhmu merangkulku, tapi aku hanya mendapati jiwamu disana. Kosong. –aku mulai terisak. Airmata tidak bisa lagi tertahankan. Satu atau dua butir airmata jatuh dengan cepat diatas penanda mu itu. Aku memang tidak akan meneteskannya diatas tanah yang melindungimu itu. Aku tidak mau kau merasakan betapa pahitnya airmata kesedihanku.

Mereka tidak akan mau lagi mendengarkan apapun dari mulutku, jika itu tentang kesedihan, jika itu tentangmu. Mengapa mereka bisa menjadi begitu egois?. Padahal aku dengan sabar dan tenang membiarkan Tuhan memutuskan waktumu untuk bersamaku. Benar kan? –aku kembali terisak. Senja makin membeku dan biru. Selalu seperti ini, sekejap percakapanku dan waktu sudah berlalu. Aku berdiri. Untuk beberapa detik aku melihat ke arahmu dan langsung membalikkan badanku. Aku berjalan cepat. Aku akan menemuimu lagi, di senja yang lain.

karimashita blog-space ♥ . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates